Jumat, 11 Desember 2009

Pendidikan dan Budaya Tak Terpisahkan

BANDUNG, (PR).-
Pendidikan merupakan proses membudayakan manusia sehingga pendidikan dan budaya tidak dapat dipisahkan. Demikian dikatakan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Sunaryo, pada sarasehan dan diskusi panel bertajuk "Strategi Pembangunan Jawa Barat Berbasis Budaya dan Pendidikan Berkualitas untuk Pengentasan Kemiskinan" di Aula Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Jalan Dr. Radjiman No.6 Bandung, Rabu (11/1).
Menurut Sunaryo, gerakan budaya yang harus dikembangkan, antara lain, jangan termakan budaya global, membudayakan belajar, dan membudayakan baca-tulis. "Yang tidak kalah penting adalah keteladanan dan budaya lisan (dialog)," ujarnya.



Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Ir. Setia Hidayat. Jawa Barat, katanya, diakui kaya akan budaya luhur, tetapi jarang digali oleh masyarakat Jawa Barat sendiri. "Tidak match kalau orang Jawa Barat pakai basis budaya orang lain," tandasnya. Selama ini, pendidikan yang diterapkan di Indonesia masih memakai metode asing tanpa peduli dengan budaya lokal. Menurut Setia Hidayat, ini yang membuat bangsa Indonesia secara spiritual tidak kuat.
"Seharusnya, dengan metode yang berbasis budaya kita sendiri, seperti silih asih, asah dan asuh, Jawa Barat dapat meningkatkan IPM," tuturnya. Sekda berpendapat, banyak orang yang tidak lagi mengenal budaya sendiri karena takut dianggap primordialisme. Sehingga, lanjutnya, budaya lokal sering dilecehkan.



Sekda mengatakan, budaya lokal seharusnya digali untuk menyaring budaya asing. Hal tersebut dibenarkan oleh Tjetje Hidayat Patmadinata. Menurut Tjetje, "Seni dan sastra Sunda wajib diajarkan kepada siswa." Lemahnya nilai budaya lokal membuat masyarakat Indonesia menjadi orang lain. Padahal, suatu bangsa dapat maju jika masyarakatnya menjunjung tinggi budaya lokal. Penyelesaian masalah pendidikan di Indonesia, kata Tjetje, adalah dengan kembali ke jati diri sendiri. "Setidaknya, pendidikan mengandung unsur logika, etika dan estetika. Sayangnya, anak didik kita lebih banyak menyerap logika, sedangkan etika dan estetika terabaikan," katanya.



Rendahnya mutu pendidikan juga diakuinya sebagai akibat sikap bangsa yang masih 'menomorsekiankan' pendidikan. "Jadi beginilah kualitas masyarakat kita," tuturnya. Selain itu, budaya banyak diskusi, tetapi tanpa follow-up, juga membuat masalah semakin berat.



Sementara, Dra. Hj. Popong Otje Djundjunan mengatakan, perempuan memegang peranan penting dalam proses pendidikan. "Mendidik satu pria sama dengan mendidik satu manusia, tapi mendidik satu perempuan sama dengan mendirikan sekolah," ujarnya.



Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Dr. Dadang Dally mengatakan, lambannya pemerataan pendidikan di Jawa Barat dipengaruhi oleh faktor ekonomi, budaya, dan geografisnya. Ekonomi yang masih lemah membuat anak-anak usia sekolah tidak sempat mengenyam pendidikan. Upaya menyadarkan masyarakat bahwa pendidikan merupakan hal penting juga masih belum berhasil. "Sekolah juga belum merata di seluruh kecamatan, jadi masyarakat di pedesaan harus ke kota kalau mau sekolah," kata Dadang. (A-155)***



http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/012006/13/0701.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar